26 Januari 2010

Malang - Dampit

Tour n Trekking jalur ex-kereta api Malang - Dampit.

atas: bekas rel menuju Dampit
(Tour ini kami lakukan pada libur lebaran tahun 2008.)

Jalur malang - dampit adalah salah satu dari sekian banyak jalur cabang yang ada di Kota dan Kabupaten Malang. Selain Malang - Dampit juga ada jalur Malang - Tumpang, Singosari - Blimbing(jalur tram uap via pinggir jalan raya), dan jalur tram uap lintas dalam kota yang melewati alun - alun kota malang. Jalur ini menggunakan rel dengan lebar 1067mm.(standard Indonesia sekarang). Tim kami memulai trekking pada pagi hari.

Jejak bekas rel Malang - Dampit ini masih gampang ditemukan. bahkan tidak jauh dari Stasiun Malang Kota Lama, bekas gang yang dulu merupakan cabang dari stasiun masih ada dan relnya pun masih nampak. setelah keluar dari gang tersebut relnya persis sejajar di sebelah barat jalan raya. Namun rel ini di beberapa tempat tertutup oleh trotoar dan aspal dari pelebaran bahu jalan. Sesaat sebelum mencapai terminal Gadang, rel kembali terlihat jelas. namun 50 meter kemudian menghilang. Setelah melewati terminal Gadang dan melewati perempatan gadang, rel KA masih di sebelah barat jalan dan dapat dilihat gundukan tanah khas tanah rel kereta api. Dahulu di tahun 1990-an jalan raya tersebut diapit 2 rel. di sebelah barat terdapat bekas rel menuju kota Dampit dan di sebelah timur terdapat rel lori dari PG Kebon Agung, Malang. rel lori tersebut muncul dari perempatan Gadang dan berbelok ke arah Dampit. 100 meter kemudian berbelok ke arah timur untuk menuju Kebun Tebu yang ada di seberang Kali Brantas. Otomatis ada jembatan lori. tim kami pun berusaha untuk mencarinya dengan belok kiri di jalan kecil (kira2 100 meter ke arah selatan dari perempatan tsb). Eeeng....inggg...enggg... hasilnya kami pun berhasil menemukan jembatan besi yang menyebrangi Kali Brantas yang merupakan salah satu kali terbesar di Jawa Timur. Terlebih lagi jembatan tsb telah diaspal dan mampu untuk dilewati mobil meski harus bergantian (tdk bisa berpapasan dengan mobil dari arah lain). bahkan di bentang tengah jembatan tersebut masih terdapat rel lorinnya... Wooow.... saat menyebrang pun terasa sangat mendebarkan. bagaimana tidak.. Karena jembatan ini tiang penyanggannya sangat tinggi, bahkan dasar sungai pun kira - kira sedalam 50 meter dari bentang jembatan tersebut. benar - benar suuuerru.



Ex-jembatan lori yang kini dapat digunakan kendaraan bermotor

Kembali ke penelusuran Jalur Rel Malang - Dampit. Setelah kembali menelusuri jalan raya, muncul pertigaan dan Dampit belok ke kiri. Nah... sesaat sebelum pertigaan tersebut.(kira-kira 50 meter) Rel yang semula berada di sebelah kanan(Barat) menyebrang ke arah Timur untuk bersiap menyebrangi Kali Brantas. Bekas Jembatan Ka tersebut masih ada namun hanya fondasinya saja mungkin (coba lihat di Google Earth) namun tidak terlihat dari jembatan mobil. Jadi harus mblusukan ke dalam gang2 rumah penduduk. Nah, setelah mobil tim menyebrangi Kali Brantas, dari arah Timur agak atas muncul gundukan tanah yang semakin mendekat ke Jalan Raya. itulah Bekas rel kereta apinya.. dan sekarang rel pun berada di sebelah kiri Jalan.(arah Dampit) sampai sesaat sebelum memasuki kota GondangLegi. sebelum mencapai pusat kota Gondang Legi, rel kereta bergerak menjauhi jalan Raya dan masuk ke belakang pemukiman penduduk. Kendati demikian tim kami tetap menelusuri lewat jalan raya. sesampainya di pusat kota kecamatan Gondang Legi terdapat pertigaan dan kami belok ke kiri. Nah... sesaat setelah belok kiri terdapat bangunan di sebelah kiri jalan yang bangunannya hampir tegak lurus dengan jaln Raya. Bangunan itu adalah bangunan stasiun Gondang Legi. Hanya saja karena kondisi jalan yang rame tidak memungkinkan untuk parkir sehingga belum sempat di foto. Lalu posisi bangunan yang tegak lurus dengan jalan seharusnya membuat rel kemudian menyebrang atau sejajar jalan, ya benar ternyata rel KA melanjut ke Kepanjen (jalur ini dirombak saat Jepang datang)... Dan Ternyata setelah kami amati lewat Peta Google Earth, percabangan menuju Dampit terletak jauh di sebelah utara stasiun ini. Hal ini mengharuskan setiap kereta api yang menuju Dampit untuk ganti posisi lokomotof di stasiun Gondanglegi.

Perjalanan tim pun berlanjut, tak lama setelah melewati stasiun Gondang Legi, rel yang menuju DAMPIT pun mulai muncul dari arah persawahan warga. Bekas - bekas relpun masih terlihat jelas. 15 menit dari Gondang Legi, tim mulai memasuki Kota Turen. di sini bekas Rel mulai tertutup komplek Pabrik PT Pindad. Setelah 3 km dari pusat kota Turen Rel bekas pun menyebrang jalan dan kini berada di sebelah selatan jalan raya. Di Ruas Turen - Dampit inilah kami mulai disuguhi oleh banyaknya bekas jembatan -jembatan kereta api yang muncul. Pemandangan itu seharusnya nampak indah di mata kami. Kenapa kami tambahkan kata "seharusnya"?, karena jembatan - jembatan KA tersebut hanya tersisa fondasinya saja. Rangka besinya raib ditelan bumi. (ditelan dompet orang mungkin). padahal itu merupakan salah satu warisan sejarah perkeretaapian negara ini yang seharusnya dijaga.. Ok back to the topic, setelah jalanan agak menanjak, rel kereta pun mulai menjauhi jalan dengan berbelok melengkung ke arah selatan untuk mencari kontur tanah yang sesuai agar dapat menerobos kota dampit yang elevasinya sekitar 460 meter dpl.











(ATAS KANAN-KIRI)
Bekas jembatan di ruas Dampit - Turen
Kota Dampit merupakan akhir dari trekking ini. sayangnya kami tidak sempat mencari bekas stasiun dampit ,yang merupakan stasiun akhir di lajur ini, karena harus berpacu dengan waktu. Jadi dengan berat hati kami pun segera meninggalkan Dampit untuk kembali ke Malang.

25 Januari 2010

Stasiun Tuntang nan indah


Assalamualaykum. berikut ini adalah laporan mengenai stasiun Tuntang.
Stasiun Tuntang terletak di kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Barat, Jawa Tengah. Meski terletak di kabupaten Semarang Barat, stasiun Tuntang lebih dekat dengan kota Salatiga. Hanya membutuhkan waktu 10 menit berkendara dari Salatiga ke arah utara dengan mobil untuk sampai ke stasiun ini. Namun untuk menemukan stasiun ini susah - susah gampang, karena stasiun ini tidak terletak di pinggir jalan persis. ancer-ancernya: Setelah menempuh kurang lebih 5 kilometer ke arah utara kota Salatiga, anda akan melalui Jembatan yang menyebrang Kali Tuntang. namun jika diteliti, jembatan itu tidak hanya menyebrangi sebuah kali tetapi juga melintasi rel kereta api yang melintang dari Timur ke Barat. Dan jauh di sebelah kanan jembatan mobil (sebelah Timur) dapat anda lihat stasiun Tuntang dengan bangunannya yang unik. nah, Untuk mencapainya anda harus memutar jalan terlebih dahulu. Setelah anda berhasil memutar dan menyeberangi jembatan kali Tuntang lagi, ambillah belokan ke kiri. Dari belokan ke Kiri tersebut stasiun Tuntang hanya terpaut 100 meter.

Itulah ancer - ancernya. namun itu jika anda dari kota Salatiga. apabila anda dari Magelang maka cukup berkendara sampai Ambarawa lalu kunjungilah museum Kereta api uap Ambarawa. Mengapa???
karena Museum KA Ambarawa yang tak lain juga Stasiun Ambarawa itu menyediakan lori wisata yang khusus menuju stasiun Tuntang. cukup dengan membayar 10.000 - 15.000/orang anda akan diantar menuju Stasiun Tuntang plus disuguhi panorama Danau Rawa Pening yang sangat indah..hmmm.... indah sekali..

Maka tak ada salahnya jika anda menjadikan stasiun Tuntang sebagai alternatif tempat wisata selama musim liburan tiba.

14 Januari 2010

Jalan Asia Afrika Bandung.


above: wajah hotel Savoy-Homann yg bergaya art-deco

Jalan Asia Afrika di Bandung merupakan jalan yang membelah Bandung dari Timur ke Barat. Jalan ini tak lain merupakan bagian dari proyek Jalan Anyer - Panarukan yang dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Belanda saat itu yaitu Daendels. Pada waktu pembuatan Jalan ini, Daendels memasang sebuah penanda jalan di pinggir jalan ini dan sekarang berada di depan Kantor dinas perhubungan dan dikenal sebagai patok Bandung nol Kilometer. Maksud Dari Daendels membangun Patok jalan tersebut adalah menyuruh Bupati Bandung tersebut untuk memindahkan pusat kota Bandung yang saat itu masih berada di Dayeuh Kolot ke daerah di lembah sungai Cikapundung (yaitu sekitar patok Bandung nol kilometer). Namun sejatinya, jauh sebelum peletakan patok tersebut oleh Daendels, Bupati Bandung saat itu, R.A Wiranatakusumah II, telah merencanakan untuk membangun sebuah pusat kota baru di daerah lembah sungai Cikapundung. Kebetulan saja, proyek jalan raya pos tersebut melewati bakal calon ibu kota Bandung yang baru sehingga Daendels menancapkan patok nol kilometer tersebut.

Lalu mengapa dinamakan jalan Asia Afrika??
Coba kita flashback kembali ke tahun 1955. Pada saat itu terdapat sebuah event bersejarah yang diadakan di Kota Bandung. coba tebak peristiwa apa itu?????
Yak peristiwa tersebut adalah Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Gedung Merdeka pada Bulan April 1955. Kebetulan, Gedung Merdeka itu terletak di tepi jalan raya cetusan Daendels.

Banyak sekali bangunan bersejarah di sepanjang jalan ini. selain Gedung Merdeka, juga terdapat bangunan bersejarah lainnya seperti Hotel Savoy-Homann dan hotel Grand Preanger. Hotel tersebut memiliki peranan penting dalam terselenggaranya Konferensi Asia Afrika yaitu sebagai tempat para anggota delegasi KAA menginap. Lebih ke Barat, anda akan menjumpai alun - alun kota Bandung lengkap dengan Masjid Agung Bandung beserta menaranya yang tinggi.

Selain kaya akan warisan sejarah, jalan ini juga mempunyai sarana edukatif. tak lama setelah menyebrang Sungai Cikapundung, akan dijumpai belokan ke kanan. Jika anda belok di belokan tersebut, anda akan memasuki kawasan atau sentra buku bekas Cikapundung. di sentra ini anda akan mendapatkan buku - buku bekas berkualitas dengan harga yang murah. WOw Bahkan terakhir kali saya ke sana, saya menjumpai buku karangan Ir.Soekarno yang berjudul "Di Bawah Bendera Revolusi jlid pertama".. Sentra buku ini memang wajib untuk dikunjungi jika anda seorang kolektor buku bekas atau buku langka.
Tak ada salahnya jika anda mencoba untuk menyusuri jalan ini. bisa jadi jalan - jalan di sepanjang jalan ini menjadi pengalaman yang sangat mengesankan anda.
(below): Pedestrian di depan Gedung Merdeka.

13 Januari 2010

Tour n Trekking ex jalur ka Temanggung - Magelang - Jogja


Oke. coba liat gambar di samping kanan. Menakjubkan bukan. padahal kenyataannya jembatan ka yang melintasi sungai Progo di samping ini sudah tak digunakan lagi. ya jembatan tersebut terletak di gerbang masuk kota Temanggung, dan merupakan bagian dari jalur mati ruas Parakan -Temanggung - Magelang -Jogjakarta sungguh.. ironi. Sebenarnya, masih banyak aset2 yang terbengkalai di ruas jalur tersebut bahkan tak bersisa. meski begitu, masih bisa kita temukan sisa - sisa peninggalan kereta api di jalur ini. seperti bangunan stasiun, bongkahan rel, sinyal, atau rangka jembatan seperti gambar di atas. di tour n trekking yang aku lakukan hampir 3 tahun yang lalu, aku berhasil menemukan bangunan bekas stasiun yang masih utuh, meski sebenarnya tak sepenuhnya utuh. Stasiun stasiun yang berhasil kutemukan yaitu: Stasiun Parakan, Stasiun Temanggung, Stasiun Magelang kota (hanya gudangnya saja dan sekarang menjadi kompleks area terminal angkot Kebonpolo), dan Stasiun mertoyudan. Beberapa dari stasiun bekas tersebut telah beralih fungsi seperti Stasiun Mertoyudan dan stasiun Temanggung. menurut sumber yang terpercaya yaitu Kakek dan Nenekku yang merupakan orang asli Temanggung dan Magelang, kemungkinan besar Bangunan Stasiun Temanggung kini berubah fungsi menjadi kantor Dinas Pendapatan Kota Temanggung., sedangkan stasiun mertoyudan mungkin menjadi gudang. namun kesemua stasiun tersebut masih menjadi aset milik PT Kereta Api Indonesia.

3 kilometer di sebelah selatan pusat kota Magelang terdapat sebuah desa atau lebih tepatnya kelurahan bernama Mertoyudan. Kelurahan tersebut dilalui oleh jalan Raya Magelang - Jogja. persis di sebelah Timur dari Jalan, anda akan melihat sebuah sinyal tua seperti pada gambar di samping. Jika anda terus berkendara ke arah selatan (arah Jogjakarta) tak sampai 2 menit anda akan melihat bangunan stasiun Mertoyudan. Bangunannya lengkap dengan papan nama bertuliskan Mertoyudan 343m. seperti layaknya stasiun yang masih operasional. Namun, papan nama tersebut kini telah raib. hal itu saya sadari ketika saya mengunjungi stasiun tersebut Lebaran kemarin.
(tampak bawah: Stasiun Mertoyudan)

Berbeda dengan stasiun lainnya yang berada di tepi Jalan Raya antar-Kota, Stasiun Parakan terletak agak ke pinggiran kota kecamatan Parakan. namun arsitek bangunan stasiun Parakan sangat unik, berbeda dengan stasiun lainnya di jalur mati ini. Bentuknya yang unik didukung oleh warna cat yang menarik yaitu pink. hal ini membuat bangunan menjadi lebih eksotik.pokoknya bagus.(tampak pada gambar di atas)

Bagi anda para pecinta Kereta Api atau penikmat sejarah atau traveler, tak ada salahnya untuk menjadikan tour n trekking jalur mati ini sebagai alternatif liburan. selain akan kaya akan sejarah, anda juga akan menikmati hijau dan asrinya lingkungan Jawa Tengah, terutama di sekitar Temanggung dan Parakan.

Tambahan: (above) Gudang bekas Stasiun Magelang Kota beserta 1 gerbong yang telah dimonumenkan